This is a story named A Year of A Princess…
“Ai lop yu, mas Indro……….” seorang gadis dengan muka bersemu dan malu-malu juga dengan logat medok sambil memegang telepon seolah telponnya bakal ilang kalo ga dipegang kaya orang horni sambil mesam-mesem menjilati telponnya and on and on..(bayangkan ***)
“Ini sape yah?” suara diseberang telepon menjawab.
“Loh, sampeyan yang siapa??! Mana mas Indro ku?? cinta ku?” masih dengan tampang horni-horni marah lah si gadis yang tak jelas asal usulnya itu.
“Indro?? Kaga ade tu nyang namenya Indro di sini. Ade juga si Indra Kampret yang kalo kentut semua kecoa bisa dansa sampe kelepek-kelepek” suara disebrang masi ngotot sambil sekilas terdengar ada suara sumbang seperti orang sedang menggaruk-garuk sesuatu.
“Nah itu mas… Itu Mas Indro ku sayang ku cintaku belahan hati ku pujaan hatiku. Panggil dia. Cepet!!!!! Aku wes ndak sabar mau toking-toking (talking) sama Mas Indro ku sayang ku cintaku belahan hati ku puj…..”
“Iye2. Sabar mbak. Mas Indro kampret mu itu lagi boker. Mending ngobrol ma gw aja. Hehehehehe. Mba pacarnya si kampret yah?” masih terdengar suara garuk2.
“Iki sopo sih?? Temennya Mas Indro ku sayang ku cintaku belahan hati ku pujaan hatiku yah? Jenenge sopo to?? Mas Indro mana????” sempet2nya nanya nama tu si gadis.
“Gw Beni. Gw sodaranya si kampret. Gw baru dateng dari Bandung kemaren. Uda gw bilang si Kampret lagi boker… Lagi buang air besarnya yang super bau itu. Eh lu blum jawab pertanyaan gw tuh.. Lu pacarnya kampret ya?” suara menggaruk mulai berkurang berganti dengan suara korekan.
“Aku ndak pacaran karo KAMPRET. Aku pacaran karo Mas Indro…!” senyum malu2 lagi tanpa tampang horni.
“Oh.. nama lu sapa? Uda lama pac….” Tiba-tiba telponya di ambil alih oleh orang lain yang tampaknya eh baunya seperti yang bernama Indro aka Indra aka kampret.
“Tita yo? Iki aku. Mas Indro mu sayang mu cinta mu belahan hati mu pujaan hati mu. Muaaaaachhhhhhhh! Ono opo nTa? Kang Mas mu ono neng kene…” telpon ampir aja konslet gara2 ciuman super duper mega (kaya jaman dulu request di radio deh) dashyat si Indra.
Melihat hal yang begitu menjijikkan, menusuk mata, mengguncang perut, menggaduk susu, looohh.. Beni dengan penuh kesadaran menguping pembicaraan saudaranya itu.
“Tita kangen buanget karo koe Kang Mas…..” tampang horni mulai bangkit dari peraduannya. Kabel telpon mule jadi korban ke-horni-an si gadis yang belakangan diketahui bernama Raden Ajeng Hartita Kusumahadidiningrum berjenis kelamin perempuan tulen, berumur belasan tahun, akan melanjutkan kuliah s1 di salah satu perguruan tinggi di Bandung, merupakan keturunan salah satu Raja dari daerah Jawa Tengah gitu deh,harta dan kekayaannya berlipah yang sampe 3 turunan baru abis, sedang dan sudah berpacaran sama orang yang kentutnya paling bau bernama Indra “Kampret” Wijaya selama hampir satu tahun belakangan ini. Dan dialah sang Putri kita dalam kisah ini.
“Sama nTa. Kang Mas juga kangen karo koe.. Haek haek haek…. “ bayangkan sendiri.
“Mas Indro. Yang tadi tuh sopo to mas? Kok mas Indro ndak crito kalo ada sodaranya yang lagi neng kono?”
“ooooohhh ntuh si Beni. Sodarane Kang Mas seko (dari) Bandung. Dia baru aja dateng kemaren. Aku aja baru tahu tadi pagi kalo dia uda nyampe sini. Kanapa hayooo??? Tita kesengsem sama suaranya yah?? AAAhhhhh ndak boleh ah… Tita kan punyanya Kang Mas Indro Wijoyo sing guanteng iki…..” yah seperti yang anda rasakan. Pembicaraan berubah menjadi kurang informative dan terasa menjijikkan. So let’s move on.
“Tita ke rumahnya mas Indra yah? Tita udah kangen banget soalnya. Yah? Yah??” Tita merajuk seperti anak kecil di super market yang menangis dan mengentak-hentakan kakinya di lantai super market sambil dengan sadar membuat kemaluan ayah dan ibunya menjadi semakin menciut karena tidak dibelikan boneka Barbie beserta rumahnya yang kira-kira berharga 1 juta (menurut penelitian di saat seperti ini anda sebagai orang tua lebih baik meninggalkan anak anda dan biarkan orang yang lebih kaya dari anda mengambil anak anda sebagai anak atau hewan asuh mereka).
“Iyo iyo… Tita mau pergi sama siapa ke sini? Mau di jemput mas ato minta anter Lek Gimin?” dengan penuh kasih sayang dan sedikit napsu si Kampret Indro menyanggupi permintaan sang kekasih sambil terkadang menyenggol Beni yang daritadi bukannya mendengarkan pembicaraan Tita dan Indro yang HOT itu, tetapi malah ketiduran di pundak Indro. Walaupun disenggol berjuta kali dan langit runtuh pun si Beni tidak bangun2 sehingga akhirnya Indro tiba2 berdiri dan jatuhlah si Beni. Tapi dasar si Babi (katanya di Luar Negri sana calling someone as animal itu biasa, jadi dimohon jangan diambil serius yah..?) Beni gak bangun2 juga, akhir cerita untuk pertikaian pembangunan Beni, Indro menduduki kepala si Beni sambil terus berbicara dan bermesra2an dengan Tita.
“Tita sih gelem (mau)nya dijemput Mas Ndro, tapi tar takut kemaleman nyampe rumah Mas Ndronya. Tita dianter Lek aja deh. Tunggu aku yo Mas?? Muaaacccchhhh!” telpon ditutup dengan buru2 oleh Tita.
“Muuuuuuuuuuuuuuuuuuuaaaaaaaaaaaaacccccccccchhhhhhhhhhhhh” tak sadar telponnya udah pingsan duluan menerima ciuman yang penuh air liurnya itu dan Tita sudah menutup telponnya duluan Indro dengan tetap duduk diatas kepala Beni memberikan ciuman paling hotnya dan saking hotnya, hal yang paling ditakuti kecoa di rumahnya keluar, KENTUTnya yang dasyat itu memenuhi seisi ruang tamunya. Beni pun bangun mencium bau belerang yang amat sangat tersebut tapi karena terlebih dahulu terdesak oleh pantat Indro dan syaraf2nya mulai tidak berfungsi karena bau yang tentu saja berasal tepat di atas kepalanya, Beni pun pingsan dengan sukses.
Setelah serangkaian kejadian yang tak pantas diceritakan di sini, alias bisa-bisa disensor semua dan pada akhirnya semua perjuangan sang penulis tak berarti, Sang Putri pun tiba di rumah si Kampret.
“Mhhhaaaaaaaaaaasssss Indrooooo?????!!!!!!” Tita berteriak seperti di film2 percintaan saat sang tokoh utama wanita terjun dari ketinggian 10.000 kaki demi mencari bulu ketek pacarnya yang hanyut di air terjun Niagara.
“Ono opo to mbak???? Siang2 begini kok teriak2 koyok (kaya) neng (di) hutan aja?” ibu2 tua renta datang menghampiri Tita dengan tampang kurang senang. Tapi setelah melihat siapa yang telah berteriak2, ibu itu langsung tersenyum. Perlu diketahui ibu ini adalah ibu sang pangeran kampret kita, si Indro.
“OOOOhhhhhh Mbak Tita to? Indro ono(ada) neng(di) (mburi) belakang. Monggo2…. Duduk2..” Sambil mempersilahkan duduk di kursi ruang tamu yang telah menjadi saksi kehinaan dan kenistaan yang telah dilakukan Indro terhadap telepon tadi, sang ibu memanggil anak semata wayangnya itu.
“nnnnnnnnnnnnnnnnnnnddddddddddrrrrrrrrrrrrrrrrrooooooooooooooooooooooo!!!!!!!!!!!!”Ibu kampret memanggil sang anak.
“Indra lagi boker bulek!!” datanglah sang sepupu yang akhirnya sudah sadar setelah pembiusan paling brutal yang pernah dicatat di dunia kedokteran, dari balik pintu bertirai.
“Wah kalo begitu mbak Tita duduk dulu yo? Mau bulek bikinkan minum apa?”
“Wah ndak usah repot2 bulek, Tita Cuma mau ketemu Mas Indro saja kok bulek”
“Ohh yo wes kalo begitu, bulek mau tidur dulu, kamu ditemenin sama Beni aja nih” sang ibu masuk ke pintu bertirai tempat tadi si Beni keluar, sedangkan si Beni yang daritadi udah asik nonton tv mendengar namanya di sebut, Beni berdiri lalu senyum2 sama Tita. Sebagai seorang gentleman Beni mendekati Tita lalu duduk di sebelah Tita tanpa malu sedikit pun.
“Namanya Tita yah? Yang tadi nelpon kan? Pacarnya kampret kan? Udah berapa lama pacaran ma kampret?” Dicecar pertanyaan yang begitu banyak dan napsu, Tita menjauh dari Beni, tetapi dasar Beni, diikutinnyalah si Tita sampai ke ujung sofa dimana Tita tidak bisa bersembunyi lagi dan Beni dengan suksesnya mencecar Tita dengan pertanyaan dan toelan2 mautnya.
“Dih.. sombong buanget mbak Tita nih” toel..
“Ayo dong mbak..”toel..
“kalo cemberut terus tar jerawatan loh mbak..” toel dan cengengesan.
Tita mulai merasakan iritasi di lengannya yang daritadi dicolek2 trus sama si Beni.
“IiiiiiiiiiiiiiHHHHHH! Nopo sih mas iki! Colek sana sini awas yo tak kasih tau mas Indro biar dihajuar!” Tita berlari ke dalam sambil memanggil2 Indro yang tak berapa lama kemudian berpapasan dengannya dan langsung memeluknya.
“Ahhhh…. Mas Indro kangen banget ma kamu nta”
Tita yang kaget langsung senang dan menyambut pelukan Indro sambil sesekali mencium bau2 aneh yang akhirnya tak ia pedulikan. Setelah hampir satu minggu tidak bertemu sang pujaan hati akhirnya ia dapat merasakan kembali pelukan yang hangat dan bau itu.
“Mas Ndro… itu mas sodara mas gangguin Tita terus dari tadi. Tita jadi sebel” sambil terus berpelukan seperti perangko dan lem atau air liur atau apapun yang kalian mau, mereka berjalan kembali ke ruang tamu dan mendapati Beni yang asik duduk dan meihat ke atas sambil mengangkat satu kaki dan satu tangan ke atas seakan sedang membidik sesuatu dan tak berapa lama kemudian seokor Tokek pun jatuh. Setelah diselidiki lebih lanjut Tokek tersebut jatuh karena di salah satu kakinya menempel sebuah kotoran hidung manusia yang tak lain adalah upilnya si Beni. Setelah terlihat sangat bangga dan menang, akhirnya Beni merasa ada yang sedang kejijikan melihat mukanya yang sangat bangga tersebut.
“Eh ndra, dah selse yah bokernya?”
Indro tanpa basa basi bau pip pip langsung pergi ke depan, ke halaman rumahnya bersama sang cinta, Tita. Mereka duduk di kursi yang terletak persis di depan kaca jendela besar sehingga sebenarnya semua orang yang di dalam dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan dari belakang. Mereka duduk menghadap ke halaman rumah Indro yang tidak begitu luas.
“Mas Indro, Tita bener2 ora gelem (ndak mau) kuliah di mBandung. Nanti Tita ndak bias ketemu Mas Indro lagi. Tita juga harus pergi seminggu lagi. Mas Indro melu neng (ikut ke) mBandung yo?” Tita bersender di bahu sang pangeran sambil terus memeluknya dengan erat.
“Waduh..” Indro melepaskan pelukannya dan menarik tangan Tita lalu menaruhnya di atas lututnya. Sambil sesekali mengelusnya ; “ndak bisa to Ta, mas Indro ndak punya duid kalo harus kuliah jauh2 ke mBandung.”
Mendengar itu, Tita menangis, tidak seperti yang sebelumnya off course, tapi dengan penuh perasaan yang selama ini ditahannya. Tita merasa tidaklah mungkin baginya meninggalkan sang pangenrannya sendirian di sini. Jadi seperti biasa di sinetrin-sinetron Indonesia, semua kenekatad dalam hatinya menjadi bulad.
“Poko’e mas Indro harus melu(ikut)!” sambil mengacung-acungkan pisang di tangan kanannya seolah hendak menyabet lalat dengan pisang malang itu.
Indra yang tak tahan menahan kesedihan yang begitu amat sangat mendalam tak tahu lagi lalu menangis termehek-mehek. Dan bersujud di kaki Tita. Adegan yang sangat mengharukan.
“Mas Indro ndak iso(bisa) nTa, plis, jangan paksa mas..”
Melihat sang Kang Mas begitu hancur, Tita tidak tahan lagi lalu lari kabur dari pekarangan rumah kekasihnya tersebut. Dengan segala keputusasaan dalam hatinya yang sudah semakin bulad.
“Kita putus aja Mas! Mas Indro dah ndak tresno(cinta) lagi karo(sama) aku!”
Dan berlarilah sang gadis entah kemana…
Indro yang begitu shock mendengarnya, langsung jatuh pingsan di tempat duduknya. Tidak mampu mencerna apa yang baru saja didengarnya. Keputusasaan dan pengambilan keputusan yang gegabah yang selalu dilakukan oleh cewe hanya untuk menyakiti orang lain dengan cara menyiksa dirinya sendiri, berharap apa yang dirasakannya dapat membuat orang yang dibenci atau cinta atau benci tapi cinta dan seterusnya dapat merasakan sakitnya seribu kali lipat, yang wich is never gonna happen, karena you see, it goes like this, ini kayak praktikum biologi kita waktu smp, kita disuruh guru kita mengebedah katak, apa dengan cara menusuk tangan kita tiba-tiba katak tak bersalah didepan kita terbelah dengan sendirinya? This things will never work. This case juga yang sering terjadi pada orang-orang yang baru putus cinta atu mereasa disakiti oleh orang lain dengan cara membunuh dirinya sendiri alias bodoh dan useless.
“Poko’e Tita mau pergi ke Bandung sekarang juga!”
“Loh nDok? Ko tiba2 begini? Kemarin kamu bilang ndak mau pergi neng mBandung? Sekarang mau pergi sendiri malahan. Ono opo?”
……….. ceritanya belum selesai.. ntah gmn mau nyeleseinnya jg bingung…. hehehe.. iseng2 aja post sapa tau ada yang minat ma ceritanya